Senin, 15 Desember 2014

Remaja & HIV/AIDS

REMAJA PEDULI HIV & AIDS
Di era sekarang, ketika kebudayaan kita sudah tidak ada filter terhadap kebudayaan asing, gaya hidup yang semakin bebas, dan tidak terarah. Tentunya memberi dampak negatif bagi perkembangan moral dan karakter remaja di Indonesia. Kita lihat saja, trend berpacaran dari para remaja jaman ini, anak seusia SD pun sudah tau apa itu pacaran. Jika memposisikan diri kita sebagai orang tua, kepolosan mereka membuat kita khawatir bahkan menjadi over protektif. Kekhawatiran tersebut wajar adanya, karena pacaran akan berujung pada seks bebas. Seks bebas adalah suatu hal yang merugikan bahkan di dalam agama pun sudah jelas di larang. Sebagian besar remaja kita masih belum sadar bahwa pacaran itu identik dengan nafsu yang akan membawa mereka pada perbuatan zina yaitu seks bebas. Salah satu dampak negatif yang paling menakutkan dari seks bebas adalah tertularnya penyakit HIV/AIDS.
Acquired Immune Deficiency Syndrome  atau sering di singkat dengan  AIDS adalah sekumpulan gejala (sindrom) dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). Di kalangan masyarakat Penyakit ini sering disebut sebagai penyakit kutukan. Stigma ini muncul karena masyarakat menganggap bahwa penyakit ini adalah mematikan dan sangat menular . Sehingga membuat ODHA(orang dengan HIV/AIDS)  di kucilkan, di asingkan, dan di hindari. Hal itu menyebabkan ODHA merasa takut dan tidak berani untuk melakukan pemeriksaan lebih dini mengenai gejala yang di alami, akhirnya penderita HIV/AIDS pun sulit terdeteksi.
Semakin banyaknya orang yang  tertular HIV/AIDS, salah satu sebabnya adalah pemahaman masyarakat yang kurang mengenai cara penyebaran virus tersebut. Dari pernyaataan sejumlah remaja yang dimintai tangapannya soal HIV/AIDS, beberapa menyebutkan bahwa HIV/AIDS bisa menyebar lewat cairan tubuh seperti keringat, air liur, atau berbagi pakai barang dengan penderita. Pemahaman ini jelas keliru, karena penyebaran HIV/AIDS tidak semudah itu. HIV tidak dapat bertahan di luar tubuh manusia dan tidak dapat ditularkan melalui udara atau pun makanan. Penularan lewat air liur pun berlaku dalam jumlah tertentu, yaitu sekitar 1.500 liter. Sebenarnya, virus HIV itu tidak mudah menular. Berbeda dengan virus influenza atau virus lain yang dengan mudah menular dari satu penderita kepada orang lain. Ini karena virus HIV/AIDS bersarang pada sel darah putih tertentu yang disebut sel T4.                                                                                            
Di seluruh dunia setengah dari semua infeksi HIV/AIDS dialami remaja berusia 15-24 tahun. Angka ini menunjukan bahwa ramaja pada usia tersebut rentan terhadap perilaku – perilaku yang menyababkan tertularnya HIV/AIDS, seperti seks bebas, pemakaian obat - obatan terlarang dan penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Apalagi bagi remaja yang termarjinalkan, seperti anak jalanan, pengungsi, dan migran mereka akan sangat rentan untuk terinfeksi virus HIV, terlebih jika  mereka jauh dari pelayanan kesehatan yang seharusnya didapatkan.
Pencegahan dan proteksi terhadap remaja perlu di tingkatkan, seiring dengan perkembangan gaya hidup liberal di era globalisasi. Namun, sepertinya di Indonesia masalah tersebut belum menjadi perhatian utama. Pakar seks juga specialis Obstetri dan Ginekologi Dr. Boyke Dian Nugraha di Jakarta mengungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat. Dari sekitar lima persen pada tahun 1980-an, menjadi dua puluh persen pada tahun 2000. Kisaran angka tersebut, kata Boyke, dikumpulkan dari berbagai penelitian di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Palu dan Banjarmasin. Bahkan di pulau Palu, Sulawesi Tenggara, pada tahun 2000 lalu tercatat remaja yang pernah melakukan hubungan seks pranikah mencapai 29,9 persen.
Dari data tersebut menggambarkan tentang bagaimana pandangan remaja terhadap seks bebas yang menyebabkan tertularnya virus HIV/AIDS. Minimnya sosialisasi dan pengetahuan mengenai risiko seks bebas, yang membuat mereka tidak jera untuk melakukan perilaku menyimpang tersebut. Mereka menganggap hanya dengan menggunakan kondom bisa mencegah penularan virus HIV.Padahal Penelitian menunjukkan, bahwa kondom terbukti tidak mampu mencegah penularan HIV karena pori kondom ternyata berukuran 700 kali lebih besar dibandingkan ukuran HIV-1 dan ternyata kondom sensitif terhadap suhu panas dan dingin, sehingga 36-38% sebenarnya tidak dapat digunakan. Dengan demikian, wajar jika alih-alih mnyelamatkan generasi dari bahaya HIV, kondomisasi justru mendorong remaja berseks bebas dan mempercepat penyebaran HIV/AIDS hingga 13-27% lebih (Weller S, Davis K, 2004). Hal itu membuktikan bahwa pengetahuan kalangan remaja mengenai penularan virus HIV/AIDS sangat kurang.

Selain itu virus HIV/AIDS yang ditularkan melalui jarum suntik dalam pemakaian obat – obatan terlarang juga menjadi faktor yang paling besar dalam hal ini. Remaja yang memakai obat – obatan terlarang seperti narkoba dan sabu- sabu, sebagian besar tidak mengetahui dampak negatif dari hal ini. Mereka hanya akan sadar ketika baru mengetahui dirinya tertular virus HIV/AIDS. Jarum suntik yang tidak steril tentunya tidak hanya dalam pemakaian obat terlarang saja. Ketika melakukan transfusi darah kemungkinan besar akan tertular jika jarum sudah di gunakan oleh ODHA dan tidak diganti dengan jarum yang steril.

Remaja sebagai generasi muda penerus bangsa, tentunya memiliki peranan yang sangat penting dalam  pencegahan dan penanggulangan virus HIV/AIDS. Pengetahuan mengenai risiko - risiko perilaku menyimpang yang akan menyebabkan penularan virus HIV/AIDS perlu di sosialisasikan sejak dini, dengan cara yang menarik tentunya sehingga pasannya tersampaikan. Dalam melakukan sosialisasi  mengenai virus HIV/AIDS, remaja dengan menggunakan gaya bahasanya sendiri, akan lebih mudah menyampaikan informasi kepada teman sebayanya. Dengan menggunakan teknik bertukar pendapat, sesuai pandangan mereka masing – masing. Sehingga mereka lebih serius menanggapinya, di bandingkan dengan sosialisasi yang selama ini hanya menggunakan slogan – slogan semata.

Perilaku menyimpang akibat pergaulan bebas, tentunya tidak akan di lakukan jika remaja memiliki banyak kegiatan positif. Di sekolah menengah misalnya, dengan adanya organisasi sekolah, dan kegiatan ekstrakulikuler, diharapakan mampu mencegah remaja untuk melakukan perilaku menyimpang seperti seks bebas dan penyalahgunaan narkoba. Remaja juga bisa membuat perkumpulan, atau organisasi di luar sekolah yang bermanfaat, hal itu juga bisa di sisipi dengan diskusi mengenai penyebaran virus HIV/AIDS, sehingga pengetahuan menjadi bertambah.

Biasanya pergaulan bebas terjadi karena pengaruh teman sebaya, jadi  sebagai remaja kita harus pintar dalam memilih teman. Jangan sampai terjerumus narkoba dan perilaku seks bebas hanya karena ikut – ikutan teman. Dari hal ini terlihat bahwa remaja yang sangat rentan terhadap perilaku menyimpang, karena mereka sedang dalam masa pencarian jati diri. Ketika sadar bahwa banyak sekali dampak negatif dari seks bebas maupun pemakaian obat terlarang, kita harus segera mengingatkan teman – teman kita yang akan terjerumus pada hal tersebut.

Perlu di perhatikan juga, bahwa pendeteksian dini terhadap gejala – gejala suatu penyakit juga sangat penting di lakukan, untuk mencegah penyebaran dan penularan apabila benar –benar terserang virus HIV/AIDS. Ketika seseorang sudah mengetahui dirinya sebagai ODHA, harus segera melakukan pengobatan karena virus ini adalah merusak sistem imun tubuh sehingga sangat rentan terhadap berbagai macam penyakit. Jadi sebenarnya bukan ODHA yang menularkan penyakitnya dengan mudah, namun ODHA yang akan mudah tertular oleh penyakit dari orang – orang di sekitarnya. Peran serta keluarga dan teman – teman terdekat juga sangat penting, untuk memberi dukungan dan semangat hidup. Sehingga ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) bersemangat dalam melakukan pengobatan dan tidak merasa terkucilkan di masyarakat.



 
VaniLLa VaniLi Blogger Template by Ipietoon Blogger Template