REMAJA PEDULI HIV & AIDS
Di era sekarang, ketika kebudayaan kita sudah tidak ada
filter terhadap kebudayaan asing, gaya hidup yang semakin bebas, dan tidak
terarah. Tentunya memberi dampak negatif bagi perkembangan moral dan karakter
remaja di Indonesia. Kita lihat saja, trend berpacaran dari para remaja jaman
ini, anak seusia SD pun sudah tau apa itu pacaran. Jika memposisikan diri kita
sebagai orang tua, kepolosan mereka membuat kita khawatir bahkan menjadi over
protektif. Kekhawatiran tersebut wajar adanya, karena pacaran akan berujung
pada seks bebas. Seks bebas adalah suatu hal yang merugikan bahkan di dalam
agama pun sudah jelas di larang. Sebagian besar remaja kita masih belum sadar
bahwa pacaran itu identik dengan nafsu yang akan membawa mereka pada perbuatan
zina yaitu seks bebas. Salah satu dampak negatif yang paling menakutkan dari
seks bebas adalah tertularnya penyakit HIV/AIDS.
Acquired Immune Deficiency Syndrome atau
sering di singkat dengan AIDS adalah
sekumpulan gejala (sindrom) dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh
manusia akibat infeksi virus Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Di kalangan masyarakat Penyakit ini sering
disebut sebagai penyakit kutukan. Stigma ini muncul karena masyarakat
menganggap bahwa penyakit ini adalah mematikan dan sangat menular . Sehingga
membuat ODHA(orang dengan HIV/AIDS) di
kucilkan, di asingkan, dan di hindari. Hal itu menyebabkan ODHA merasa takut
dan tidak berani untuk melakukan pemeriksaan lebih dini mengenai gejala yang di
alami, akhirnya penderita HIV/AIDS pun sulit terdeteksi.
Semakin banyaknya orang
yang tertular HIV/AIDS, salah satu sebabnya
adalah pemahaman masyarakat yang kurang mengenai cara penyebaran virus
tersebut. Dari pernyaataan sejumlah remaja yang dimintai tangapannya soal
HIV/AIDS, beberapa menyebutkan bahwa HIV/AIDS bisa menyebar lewat cairan tubuh
seperti keringat, air liur, atau berbagi pakai barang dengan penderita.
Pemahaman ini jelas keliru, karena penyebaran HIV/AIDS tidak semudah itu. HIV
tidak dapat bertahan di luar tubuh manusia dan tidak dapat ditularkan melalui
udara atau pun makanan. Penularan lewat air liur pun berlaku dalam jumlah
tertentu, yaitu sekitar 1.500 liter. Sebenarnya, virus HIV itu tidak mudah
menular. Berbeda dengan virus influenza atau virus lain yang dengan mudah
menular dari satu penderita kepada orang lain. Ini karena virus HIV/AIDS
bersarang pada sel darah putih tertentu yang disebut sel T4.
Di seluruh dunia
setengah dari semua infeksi HIV/AIDS dialami remaja berusia 15-24 tahun. Angka
ini menunjukan bahwa ramaja pada usia tersebut rentan terhadap perilaku –
perilaku yang menyababkan tertularnya HIV/AIDS, seperti seks bebas, pemakaian
obat - obatan terlarang dan penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Apalagi
bagi remaja yang termarjinalkan, seperti anak jalanan, pengungsi, dan migran
mereka akan sangat rentan untuk terinfeksi virus HIV, terlebih jika mereka jauh dari pelayanan kesehatan yang
seharusnya didapatkan.
Pencegahan dan proteksi
terhadap remaja perlu di tingkatkan, seiring dengan perkembangan gaya hidup
liberal di era globalisasi. Namun, sepertinya di Indonesia masalah tersebut
belum menjadi perhatian utama. Pakar seks juga specialis Obstetri dan
Ginekologi Dr. Boyke Dian Nugraha di Jakarta mengungkapkan, dari tahun ke tahun
data remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat. Dari sekitar
lima persen pada tahun 1980-an, menjadi dua puluh persen pada tahun 2000.
Kisaran angka tersebut, kata Boyke, dikumpulkan dari berbagai penelitian di
beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Palu dan
Banjarmasin. Bahkan di pulau Palu, Sulawesi Tenggara, pada tahun 2000 lalu
tercatat remaja yang pernah melakukan hubungan seks pranikah mencapai 29,9
persen.
Dari data tersebut
menggambarkan tentang bagaimana pandangan remaja terhadap seks bebas yang
menyebabkan tertularnya virus HIV/AIDS. Minimnya sosialisasi dan pengetahuan
mengenai risiko seks bebas, yang membuat mereka tidak jera untuk melakukan
perilaku menyimpang tersebut. Mereka menganggap hanya dengan menggunakan kondom
bisa mencegah penularan virus HIV.Padahal Penelitian
menunjukkan, bahwa kondom terbukti tidak mampu mencegah penularan HIV karena
pori kondom ternyata berukuran 700 kali lebih besar dibandingkan ukuran HIV-1
dan ternyata kondom sensitif terhadap suhu panas dan dingin, sehingga 36-38%
sebenarnya tidak dapat digunakan. Dengan demikian, wajar jika alih-alih
mnyelamatkan generasi dari bahaya HIV, kondomisasi justru mendorong remaja
berseks bebas dan mempercepat penyebaran HIV/AIDS hingga 13-27% lebih (Weller
S, Davis K, 2004). Hal itu membuktikan bahwa pengetahuan kalangan remaja
mengenai penularan virus HIV/AIDS sangat kurang.
Selain
itu virus HIV/AIDS yang ditularkan melalui jarum suntik dalam pemakaian obat –
obatan terlarang juga menjadi faktor yang paling besar dalam hal ini. Remaja
yang memakai obat – obatan terlarang seperti narkoba dan sabu- sabu, sebagian
besar tidak mengetahui dampak negatif dari hal ini. Mereka hanya akan sadar
ketika baru mengetahui dirinya tertular virus HIV/AIDS. Jarum suntik yang tidak
steril tentunya tidak hanya dalam pemakaian obat terlarang saja. Ketika
melakukan transfusi darah kemungkinan besar akan tertular jika jarum sudah di
gunakan oleh ODHA dan tidak diganti dengan jarum yang steril.
Remaja
sebagai generasi muda penerus bangsa, tentunya memiliki peranan yang sangat
penting dalam pencegahan dan
penanggulangan virus HIV/AIDS. Pengetahuan mengenai risiko - risiko perilaku
menyimpang yang akan menyebabkan penularan virus HIV/AIDS perlu di
sosialisasikan sejak dini, dengan cara yang menarik tentunya sehingga pasannya
tersampaikan. Dalam melakukan sosialisasi
mengenai virus HIV/AIDS, remaja dengan menggunakan gaya bahasanya
sendiri, akan lebih mudah menyampaikan informasi kepada teman sebayanya. Dengan
menggunakan teknik bertukar pendapat, sesuai pandangan mereka masing – masing.
Sehingga mereka lebih serius menanggapinya, di bandingkan dengan sosialisasi
yang selama ini hanya menggunakan slogan – slogan semata.
Perilaku
menyimpang akibat pergaulan bebas, tentunya tidak akan di lakukan jika remaja
memiliki banyak kegiatan positif. Di sekolah menengah misalnya, dengan adanya
organisasi sekolah, dan kegiatan ekstrakulikuler, diharapakan mampu mencegah
remaja untuk melakukan perilaku menyimpang seperti seks bebas dan penyalahgunaan
narkoba. Remaja juga bisa membuat perkumpulan, atau organisasi di luar sekolah
yang bermanfaat, hal itu juga bisa di sisipi dengan diskusi mengenai penyebaran
virus HIV/AIDS, sehingga pengetahuan menjadi bertambah.
Biasanya
pergaulan bebas terjadi karena pengaruh teman sebaya, jadi sebagai remaja kita harus pintar dalam
memilih teman. Jangan sampai terjerumus narkoba dan perilaku seks bebas hanya
karena ikut – ikutan teman. Dari hal ini terlihat bahwa remaja yang sangat
rentan terhadap perilaku menyimpang, karena mereka sedang dalam masa pencarian
jati diri. Ketika sadar bahwa banyak sekali dampak negatif dari seks bebas
maupun pemakaian obat terlarang, kita harus segera mengingatkan teman – teman
kita yang akan terjerumus pada hal tersebut.
Perlu
di perhatikan juga, bahwa pendeteksian dini terhadap gejala – gejala suatu
penyakit juga sangat penting di lakukan, untuk mencegah penyebaran dan
penularan apabila benar –benar terserang virus HIV/AIDS. Ketika seseorang sudah
mengetahui dirinya sebagai ODHA, harus segera melakukan pengobatan karena virus
ini adalah merusak sistem imun tubuh sehingga sangat rentan terhadap berbagai
macam penyakit. Jadi sebenarnya bukan ODHA yang menularkan penyakitnya dengan
mudah, namun ODHA yang akan mudah tertular oleh penyakit dari orang – orang di
sekitarnya. Peran serta keluarga dan teman – teman terdekat juga sangat
penting, untuk memberi dukungan dan semangat hidup. Sehingga ODHA (Orang dengan
HIV/AIDS) bersemangat dalam melakukan pengobatan dan tidak merasa terkucilkan di
masyarakat.